Senin, 29 Maret 2010

manajemen pendidikan

Manajemen Pendidikan dan Profesionalisme Guru


Peranan Manejemen PENDIDIKAN Dalam Meningkatkan Kompetensi
dan Profesionalisme Guru



PENDAHULUAN

     Fungsi dan peranan guru yang utama adalah mentransfer ilmu kepada siswa dalam proses belajar mengajar di ruang kelas, dan partisipasinya dalam pengembangan sekolah.
Pengembangan sekolah yang dimaksud dalam makalah ini adalah segala upaya untuk memperbaiki mutu pendidikan di sekolah.  Definisi yang pendek ini tentunya mengandung banyak makna dan interpretasi. Tetapi pendidikan sekolah yang saya maksud adalah pendidikan yang berorientasi kesiswaan atau saya sebut sebagai pendidikan tiga dimensi.  Yaitu pendidikan yang memfokuskan pengembangan tubuh, otak dan jiwa/pribadi siswa.
Pendidikan yang selama ini kita terapkan masih bertumpu pada pendidikan yang berorientasi kenegaraan.  Pendidikan yang memiliki obsesi menjadikan bangsa sebagai bangsa yang terhormat dalam bidang pendidikan di tengah kompetisi anak-anak pandai di dunia. Yang karenanya, hanya kemampuan akademik yang didorong habis-habisan pengembangannya, sementara pengembangan kejiwaan dan atau keragaan siswa tidak diperhatikan dengan baik.
Tujuan pendidikan nasional yang ada di dalam UU Sisdiknas 2003 pada dasarnya tidak jelas menyebutkan tentang aspek pengembangan tubuh, jiwa dan otak, demikian pula beberapa kebijakan dalam bidang pendidikan tidak mendukung kea rah pengembangan tubuh, jiwa dan otak peserta didik.
Dengan berpedoman kepada pendidikan berorientasi kesiswaan seperti di atas saya ingin menguraikan bagaimana pengembangan sekolah harus direncanakan dan bagaimana melibatkan guru dalam misi tersebut.  Lalu bagaimana manajemen sekolah berperan dalam hal ini dan bagaimana manajemen pendidikan di daerah mendorong kelancaran proses tersebut ?
Peningkatan kompetensi guru dalam makalah ini akan difokuskan pembicaraannya dalam dua level kebijakan yaitu kebijakan yang terkait dengan manajemen sekolah dan kebijakan yang terkait dengan manajemen pendidikan di daerah.
Makalah ini akan menguraikan beberapa poin yaitu :
A. Peningkatan kompetensi guru di level sekolah melalui penerapan manajemen sekolah yang efektif
  1. Pengembangan sekolah sebagai sebuah organisasi dan kaitannya dengan peningkatan kompetensi guru
  2. Pengembangan sekolah berbasis orientasi kesiswaan dengan melibatkan partisipasi aktif siswa dan guru
B. Peningkatan kompetensi guru di level daerah melalui manajemen pendidikan daerah

A.1. PROSES BELAJAR GURU DALAM ORGANISASI SEKOLAH

    Sekolah adalah sebuah organisasi yang di dalamnya terdiri dari orang yang mengurus atau mengelola dan atau dikelola. Sekolah dalam era privatisasi pendidikan  sering juga disamakan dengan perusahaan dengan kepala sekolah sebagai managernya.  Dalam sebuah organisasi (mis : sekolah ) disadari atau tidak, ada sebuah siklus yang terbentuk melalui proses yang panjang. Siklus itu berupa antisipasi terhadap permasalahan yang muncul di sekolah dan kepekaan terhadap problem atau error yang terjadi dalam proses pelaksanaan kegiatan pendidikan di sekolah.
Chris Argyris dan Schon, dua ahli proses belajar dan teori aksi dalam organisasi mencetuskan konsep baru di tahun 1978, yaitu dalam sebuah organisasi, anggota organisasi harus memiliki kemampuan mendeteksi dan memperbaiki masalah yang muncul (detection and correction the error). Melalui proses ini setiap pelaku organisasi akan memetakan sebuah siklus belajar yang tertanam dengan baik dalam dirinya. Kedua ahli tersebut menyebut siklus belajar ini sebagai single loop dan double loop learning .
    Dalam proses belajar single loop, seorang pelaku organisasi hanya menjalankan semua prinsip/norma dan guidance (governing variable) melalui sebuah aksi (action strategy) yang pada akhirnya akan menghasilkan sebuah dampak (consequences),  tanpa mempertanyakan atau mengkritisi hal yang sudah ditetapkan. Sementara double loop adalah siklus belajar yang memungkinkan pelaku organisasi untuk tidak sekedar melaksanankan tetapi juga mempertanyakan prinsip/kebijakan/norma yang ada.  Dengan siklus ini norma/misi & visi sebuah organisasi dapat diubah karena kekritisan pelaku organisasi.
e59bb311
Gambar 1.  Skema proses belajar bagi pelaku organisasi

    Proses belajar dalam organisasi secara double loop sudah diterima secara luas sebagai sebuah metode yang lebih baik dalam kemajuan sebuah organisasi.
Bagaimana dengan sekolah ? Guru sebagai salah satu komponen penggerak di dalam organisasi sekolah akan lebih berkembang kemampuan dan kompetensinya jika melaksanakan proses belajar double loop.
Sebagai ilustrasi :
    Sekolah A mempunyai rutinitas yaitu guru mengevaluasi pemahaman siswa secara periodik.  Setiap guru di sekolah A juga diwajibkan untuk membuat rekapitulasi atau gambaran tentang prestasi siswa yang diajarnya, yang kemudian diperoleh data urutan rangking siswa berdasarkan score yang didapatnya.  Penyebaran nilai biasanya mengikuti kurva distribusi normal, yaitu siswa pandai sekitar 1/4 dari total siswa, siswa rata-rata adalah separuh dari jumlah semua murid dan 1/4-nya lagi adalah siswa yang kurang.  Proses penilaian selesai sampai di sini dan selanjutnya guru kembali mengajar, melanjutkan pelajaran bab demi bab. Proses ini berulang dari tahun ke tahun, tanpa ada upaya untuk mempertanyakan bagaimana dengan anak-anak yang berada di bawah sebaran normal ? Bagaimana memacu potensi belajar siswa-siswa itu ?
Jika siklus double loop diterapkan, maka setiap guru berkewajiban untuk memikirkan upaya untuk melejitkan prestasi siswa yang ada di bawah rata-rata.  Rekap yang dibuat setiap semester atau setiap tahun adalah data berharga untuk melakukan analisa.  Selanjutnya guru dengan bekerja sama dalam sebuah team kerja guru membuat formulasi bagaimana meningkatkan prestasi anak-anak di bawah rata-rata. Formulasi ini diterapkan dan diuji secara berulang.
    Dengan melakukan proses itu saja, seorang guru telah membentuk dirinya menjadi seorang pribadi yang kritis, yang merupakan salah satu karakter dari seorang peneliti. Dengan menjadi peneliti bukankah seorang guru terlatih untuk peka terhadap permasalahan yang muncul, terbiasa dengan cara berfikir sistematis, dan bahkan akan lebih menjiwai peranannya sebagai guru.
Sebagai kesimpulan, menjadi bagian dari organisasi sekolah, guru harus memegang prinsip bahwa proses belajar itu tak mempunyai ujung. Setiap mendapatkan sesuatu ilmu baru, maka akan lahir ilmu yang lebih baru. Setiap ada pemecahan masalah, maka akan lahir masalah baru yang menunggu penyelesaian. Dengan latihan kepekaan semacam ini guru akan semakin meningkat keahlian dan kepekaannya.
    Proses belajar dalam sebuah organisasi seperti diungkap di atas tidak akan berjalan jika kepala sekolah sebagai pimpinan tertinggi di sekolah tidak memahami perlunya proses ini dan dia menerapkan gaya diktator.  Selain itu pemerintah daerah juga harus memberikan otonomi yang luas kepada sekolah agar pelaku dalam lembaga sekolah juga senantiasa berdifat kritis.
Kekritisan yang dilatih dalam lembaga sekolah tidak sama dengan demonstrasi/protes guru/siswa/orang tua terhadap kebijakan sekolah/pemerintah, tetapi sifat kritis yang dibarengi dengan analisa tajam, mengapa sebuah konsep perlu diprotes, dandisertai dengan solusi yang lebih baik.

A.2. PENDIDIKAN TIGA DIMENSI DAN UPAYA PENINGKATAN KOMPETENSI ILMU MURNI GURU
    Pendidikan yang berorientasi kesiswaan saya sebut dengan pendidikan tiga dimensi karena ada tiga aspek yang ingin dipantau perkembangannya dengan proses pendidikan di sekolah, yaitu pendidikan tubuh, otak dan jiwa.
Pelatihan dan perkembangan jasmani atau raga siswa tidak sekedar melalui pelajaran olah raga tetapi yang lebih utama adalah memberikan pemahaman kepada siswa bagaimana memelihara agar raganya sehat, asupan gizi dan kebersihan makanan yang seharusnya dikonsumsi, dan sekaligus pemahaman yang baik tentang prinsip-prinsip hidup sehat. Kesemuanya hanya bisa tersampaikan dengan baik jika seorang guru juga paham dengan ilmu perkembangan tubuh, pengukuran kesehatan, dan pengenalan pola-pola hidup sehat, atau perkembangan keilmuan di bidang ini.
Setelah pelajaran tentang hal ini disampaikan di ruang kelas oleh para guru, langkah selanjutnya adalah mengecek apakah siswa-siswa kita melaksanakannya dalam kehidupan hariannya.
Saya berikan contoh bagaimana ilmu murni tentang olah raga demikian berharga mengembangkan perolahragaan di Jepang dari level sekolah. Di Jepang dalam pelajaran olahraga, anak-anak SD diajari dasar-dasar atletik, yaitu mereka harus bisa melompat, berlari dan berjalan dengan benar.  Suatu hari di sebuah sekolah diadakan lomba lari antar siswa SD. Seorang anak selalu saja berada di nomor terbelakang. Gurunya kemudian mendatangi seorang ahli olah raga dari perguruan tinggi, dan pada akhirnya diketahui bahwa si anak selalu berlari tanpa mengayunkan tangan.  Dengan pengamatan yang seksama, guru dapat melihat bahwa anak yang berlari sambil mengayunkan tangan akan berlari di jalur yang lurus dan cenderung lebih cepat sampai di garis finish dan sebaliknya, anak yang berlari tidak dengan mengayunkan tangan, jalur lari yang dibentuk melengkung.  Ini salah satu contoh bagaimana pelajaran olahraga dilaksanakan dan dipahami dengan baik. Yang karenanya tidak heran jika banyak atlit Jepang meraih prestasi gemilang di dunia internasional.
    Pendidikan otak adalah fokus dari banyak sistem pendidikan di dunia.  Sekolah seakan dibuat hanya untuk mencetak siswa berotak cemerlang tanpa ada perhatian khusus kepada anak yang mengalami keterlambatan berfikir.
Banyak faktor yang menyebabkan seorang anak mengalami keterlambatan dalam berfikir, seperti makanan yang dimakannya, kebiasaan hidup di rumahnya, masalah yang ada dalam keluarganya, atau cara guru yang belum pas dengan metode belajarnya. Seorang guru ibaratnya seorang detektif, harus menganalisa dan menyelidiki permasalahan ini. Tentu saja guru tidak bisa bekerja sendiri, guru hendaknya pandai-pandai menjalin komunikasi dengan orang tua siswa.  Perhatian orang tua akan lebih baik jika guru pun gencar mengajak orang tua terlibat dalam perkembangan anaknya.
    Hal yang sangat penting dalam pembelajaran di ruang kelas adalah bahwa tidak ada anak yang bodoh.  Yang ada adalah anak-anak yang memiliki keterlamabatan dalam penyesuaian belajar.  Oleh karena itu guru dituntut untuk memahami ilmunya dengan baik sehingga semua anak termotivasi belajar sesuatu yang sulit, misalnya matematika.
Saya sering menyaksikan di acara TV NHK di Jepang bagaimana kepandaian seorang guru matematika di sebuah SD menyajikan pelajaran demi pelajaran dengan sangat menarik.  Pelajaran matematika bukanlah pelajaran yang hanya ada di kertas dan tidak bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Tetapi guru mengajak anak belajar matematika sambil mempraktekkannya.  Bahkan guru tersebut tidak mengajarkan anak rumus-rumus, tapi menagajak mereka untuk mempraktekkan dengan cara menggunting atau melipat, dan lain-lain cara kreatif lainnya, lalu kemudian anak-anaklah yang menemukan rumusnya.  Anak-anak sangat bersemangat bahwa mereka ternyata bisa, tidak hanya yang berotak cemerlang tetapi juga yang rata-rata.
Pendidikan di Jepang selama hampir 30 tahun menerapkan konsep yutori kyouiku, yaitu prinsip pendidikan yang memberikan keleluasaan kepada siswa untuk berkembang.  Dengan prinsip ini, stress dan tekanan terhadap siswa ditekan misalnya dengan mengurangi PR.  Anak-anak lebih bebas di sekolah dan tidak tertekan dalam belajar.  Tetapi sekalipun konsep ini dianggap gagal, karena siswa cenderung santai dalam belajar dan tidak terbiasa dengan kompetisi dan pressure secara alami, tetapi konsep inilah sebenarnya yang sejalan dengan pendidikan tiga dimensi. Sayang sekali prinsip ini mulai dihapuskan per 2006 Menteri Pendidikan (monbukagakusho) juga menambah jam pelajaran untuk siswa pada tahun 2008, setelah selama 30 tahun tak ada penambahan jam pelajaran untuk siswa SD.
    Kebijakan ini tentu saja membiaskan konsep pendidikan tiga dimensi, sebab para guru dari mulai level SD terfokus kembali dengan pendidikan otak saja.
Pendidikan otak tidak sama dengan pendidikan menghafalkan rumus.  Guru yang hanya menuliskan rumus/teori di papan tulis kemudian menghabiskan satu jam pelajaran hanya dengan pelajaran salin menyalin saja, membuat kemampuan siswa hanya terbatas kepada hafalan mati saja, tanpa dapat menganalisa permasalahan secara benar.
    Pembelajaran yang baik adalah jika guru menjadi pandai karena mengajar dan siswa menjadi pandai karena diajar oleh guru yang cerdas dalam mengajar.  Cerdas dalam mengajar hanya dimiliki oleh guru yang menguasai apa yang akan diajarkannya dan senantiasa mengajak siswa untuk berfikir bersama. Pengajaran yang efektif adalah jika guru tidak mendominasi pembicaraan di dalam kelas.  Oleh karenanya tak ada jalan lain untuk meningkatkan kompetensi guru atau memperbaiki proses belajar mengajar di kelas kecuali guru harus meningkatkan diri melalui pendidikan/pelatihan ilmu murni sesuai dengan bidang yang diajarkannya.
    Pendidikan jiwa/pribadi secara umum termuat dalam semua bidang studi, tetapi lebih dikhususkan dalam tiga bidang studi berikut yaitu, pendidikan moral, pendidikan agama dan pendidikan sejarah.
    Di antara semua unsur pendidikan tiga dimensi, pendidikan akhlaq/pribadi/budi pekerti adalah yang paling sulit untuk diukur. Pengembangan tubuh dapat diukur dengan pengukuran tinggi/berat badan siswa, sedangkan pengembangan otak diukur dengan nilai ujian dan kemampuan siswa mengungkapkan pendapatnya. Tetapi bagaimana menilai bahwa seorang siswa berperilaku baik ? Anak yang pendiam belum tentu bisa dikatakan berperilaku baik, atau anak yang punya keingintahuan yang besar dan terus mencecer guru dengan pertanyaan, pun tidak bisa dikatakan bahwa dia tak bermoral.
    Pendidikan akhlaq tidak cukup jika hanya diajarkan di ruang kelas, tetapi orang tua terutama ibu yang lebih banyak berinteraksi dengan anak-anaknya, juga bertanggung jawab terhadap pendidikan akhlaq.  Oleh karena itu seorang guru perlu memiliki kemampuan bicara, pendekatan kepada orang tua demi pengembangan kepribadian si anak.
    Pendidikan kepribadian tidak saja mengajarkan siswa terhadap konsep-konsep hukum, atau mengenalkan siswa terhadap norma-norma dalam masyarakat, tetapi harus ditekankan kepada melatih kepekaan/empati siswa melalui praktek pembiasaan.
    Pendidikan agama sering menjadi polemik di kalangan pakar pendidikan tentang perlu tidaknya diajarkan di sekolah.  Polemik itu muncul bukan karena content pelajaran sebab tidak ada agama yang menagajarkan hal yang salah, tetapi polemic muncul karena cara mengajar pendidikan agama di sekolah tidak berhasil menjadikan siswa paham akan agamanya, tetapi hanya sekedar menghafal doktrin-doktrin agama.  Selain karena terbatasnya jam pelajaran agama di sekolah, pembelajaran agama belum menyentuh kepada praktek ilmu sehari-hari berdasarkan pemahaman.
Pendidikan sejarah saya masukkan sebagai pendidikan kepribadian, sebab sejarah tidak saja mengajarkan ‘knowledge’, tahun kejadian, peristiwa, tetapi sejarah harus dijadikan pelajaran yang mengajarkan tentang sikap/prinsip, kerja keras, dan berbagai norma yang dianut manusia yang telah mengukir sejarah sebelumnya.  Sejarah harus diajarkan secara benar dan mengajarkan fakta, apakah fakta itu membawa kebanggaan suatu bangsa/suku ataupun justru membawa kerendahan martabatnya.  Orang akan menjadi besar dengan memahami sejarahnya. Dan seorang guru sejarah pun tentunya adalah orang yang paling paham mendorong orang lain untuk mencintai sejarahnya karena dialah yang paham akan hal ini.
    Sekarang bagaimana melatih guru agar mampu menerapkan pendidikan tiga dimensi ?
Konsep managemen PDCA/PDSA (Plan-Do-Check/See-Action) cycle approach yang dikenalkan oleh Walter Shewhart di tahun 1930-an yang kemudian dikembangkan oleh muridnya yaitu W. Edwards Deming, patut untuk diterapkan dalam hal mengantarkan guru untuk lebih menjiwai pendidikan tiga dimensi.
Gambar 2. PDCA Cycle

Proses PDCA diawali dengan plan (perencanaan) yang dikembangkan dari permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan action. Selanjutnya rencana yang sudah disusun diterapkan dalam step ‘do’ lalu dilakukan evaluasi untuk memeriksa apakah program sukses dilaksanakan atau ada kendala baru.  Langkah selanjutnya adalah menyusun action baru berdasarkan hasil evaluasi. Proses evaluasi ini yang sangat jarang dilakukan di sekolah-sekolah kita.  Evaluasi yang biasa dilakukan adalah tes untuk mengecek kemampuan akademik siswa, sedangkan evaluasi/survey terhadap kebiasaan siswa, seperti kebiasaan makan, kebiasaan membaca, dan pemanfaatan waktu luang yang merupakan data mendasar untuk mengembangkan proses belajar mengajar tiga dimensi di sekolah, belum dilaksanakan di Indonesia.

B. PENINGKATAN KOMPETENSI GURU DI LEVEL DAERAH MELALUI MANAJEMEN PENDIDIKAN DAERAH

    Bagaimana manajemen pendidikan di level daerah harus dikelola agar guru-guru di daerah memiliki kompetensi yang standar dan senantiasa diperbaharui ?
Pendidikan di daerah harus dikelola dengan mempertimbangkan potensi dan karakter daerah.  Sekolah-sekolah dibangun dengan pertimbangan kapasitas siswa yang masuk dan kualitas guru yang memadai. Sekolah-sekolah juga harus dibangun dengan fasilitas yang minimum sama.
Kebijakan pendidikan di daerah pun harus disusun berdasarkan survey yang akurat tentang fakta di lapang.
Namun sayang, di negara kita banyak kebijakan yang lahir tidak dengan survey yang menyentuh level pelaksana.  Kebijakan sertifikasi guru dikembangkan dengan dasar guru-guru kita tidak terstandardisasi dengan baik.  Pejabat menyebut-nyebut tentang kompetensi yang harus dicapai guru, tetapi apakah survey sudah pernah diadakan tentang pemetaan kompetensi guru-guru kita ?  Data yang kita punya barangkali hanya bahwa sekian persen guru kita lulusan Diploma, sekian persen lulusan S1, sehingga perlu dilakukan sertifikasi.  Tetapi apakah ada pengamatan yang intens dari pejabat tentang bagaimana fakta di sekolah-sekolah tentang kemampuan mengajar guru ?
Selain survey yang akurat terhadap kondisi guru-guru, pemerintah daerah juga perlu merancang evaluasi guru.  Berdasarkan data survey/evaluasi, pemerintah dapat memetakan siapa saja yang harus mengikuti pelatihan, siapa saja yang perlu melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Pelatihan/pendidikan yang perlu disiapkan untuk para guru bukanlah pendidikan tentang konsep-konsep mendidik, tetapi yang lebih utama adalah pendidikan ilmu murni.  Oleh karenanya kerjasama dengan universitas perlu dikembangkan untuk membuat sebuah link peng-update-an keilmuan guru.  Lalu apa fungsi IKIP/UP atau LPTK ? Lembaga-lembaga pendidikan guru adalah lembaga untuk calon guru, yang bertujuan untuk mempersiapkan calon guru dengan bekal-bekal ilmu kependidikan untuk menjalankan profesinya sebagaimana mestinya. Sedangkan Universitas adalah lembaga yang seharusnya dipercaya untuk mendidik guru dari segi keilmuan yang diajarkannya.
Selain memberikan peluang belajar dan berkembang kepada guru di daerah, pemerintah daerah juga perlu mempelopori forum ilmiah guru.  Forum yang akan memberikan kesempatan kepada guru-guru daerah untuk saling bertukar metode mengajar, keilmuan baru dan sekaligus melatih guru untuk menyampaikan idenya secara ilmiah.  Dalam forum ilmiah ini, sangat perlu pula mengundang pakar/ilmuan/praktisi untuk menambah keluasan keilmuan para guru.

Pentingnya Manajemen Pendidikan


Kemajuan suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh kualitas SDM bangsa tersebut. Kualitas SDM tergantung pada tingkat pendidikan masing-masing individu pembentuk bangsa. Pendidikan yang visioner, memiliki misi yang jelas akan menghasilkan keluaran yang berkualitas. Dari sanalah pentingnya manajemen pendidikan diterapkan.
Manajemen pendidikan merupakan hal yang harus diprioritaskan untuk kelangsungan pendidikan, sehingga menghasilkan keluaran yang diinginkan. Kenyataannya, banyak institusi pendidikan yang belum memiliki manajemen yang bagus dalam pengelolaan pendidikannya.
Manajemen yang digunakan masih konvensional, sehingga kurang bisa menjawab tantangan zaman dan terkesan tertinggal dari modernitas. Hal ini mengakibatkan sasaran-sasaran ideal pendidikan yang seharusnya bisa dipenuhi ternyata tidak bisa diwujudkan. Parahnya, terkadang para pengelola pendidikan tidak menyadari akan hal itu,
Manajemen pendidikan merupakan suatu proses untuk mengkoordinasikan berbagai sumber daya pendidikan seperti guru, sarana dan prasarana pendidikan seperti perpustakaan, laboratorium, dsb untuk mencapai tujuan dan sasaran pendidikan, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Dalam perkembangannya, manajemen pendidikan memerlukan Good Management Practice untuk pengelolaannya. Tetapi pada prakteknya, ini masih merupakan suatu hal yang elusif. Banyak penyelenggara pendidikan yang beranggapan bahwa hal tersebut bukanlah suatu hal yang penting,
Beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait manajemen pendidikan antara lain:
1. Sasaran Pendidikan: Aspek afektif
Salah satu isu utama keberhasilan pendidikan adalah sejauh mana tingkat afektifitas yang  dimiliki oleh anak didik, apakah menjadi lebih saleh, berbudi pekerti, memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Inilah tantangan yang harus dijawab oleh pendidikan.
2. Manajemen Guru
Sampai saat ini, guru sebagai salah satu sumber daya terpenting pendidikan masih undermanaged atau bahkan mismanaged. Pimpinan pendidikan pada umumnya masih melihat guru sebagai faktor produksi saja. Padahal manajemen guru, adalah suatu hal yang sangat penting untuk keberhasilan suatu pendidikan.
3. Peningkatan Pengawasan
Dalam manajemen pendidikan, fungsi pengawasan sepertinya menempati posisi terlemah. Masih banyak aspek pendidikan yang berkaitan dengan pencapaian sasaran yang masih luput dari pengawasan.
4. Manajer Pendidikan
Keberhasilan manajemen pendidikan tidak bisa dilepaskan dari peran serta manajer/pengelola pendidikan. Selama ini banyak peran ganda yang dijalankan oleh komponen pendidikan, seperti guru menempati posisi sebagai kepala institusi pendidikan. Efisiensi biaya sering dijadikan alasan, meski urusan manajemen sangat berbeda dengan urusan belajar-mengajar.
5. Partisipasi Manajer Bisnis
Dalam membenahi manajemen pendidikan, tidak ada salahnya bagi penyelenggara pendidikan untuk memanfaatkan keterampilan menajerial para manajer bisnis. Fungsi manajemen bersifat universal dan keterampilan manajemen dapat ditransfer dari satu bidang ke bidang lain,
6. Aliansi antar sekolah
Aliansi antar institusi pendidikan bisa menjadi jalan memajukan institusi pendidikan, sehingga dapat belajar dari good management practice lembaga pendidikan lain.
7. Kebijakan Pemerintah
Faktor eksternal berupa keterlibatan pemerintah dalam pendidikan juga mempengaruhi manajemen pendidikan di negara tersebut.
Singkatnya, manajemen pendidikan sangat diperlukan oleh semua pihak yang terkait dengan pendidikan. Meski demikian, penerapannya ternyata tidak sesederhana yang dibayangkan. Ada banyak tantangan dan problematika yang harus dihadapi, Semua pihak harus bekerja sama menyelesaikan problematika tersebut agar cita-cita pendidikan bisa terealisasi.

Jumat, 15 Januari 2010

MAJAPAHIT


Rabu, 15 Juli 2009


RADEN WIJAYA

RAJA RAJA MAJAPAHIT

Raden Wijaya adalah pendiri kerajaan Majapahit tahun 1293 setelah berhasil mengalahkan Prabu Jayakatwang dari Kerajaan Kadiri dan berhasil memukul mundur pasukan Mongol dari tanah Jawa.. Untuk menggambarkan bagaimana pemerintahan Majapahit pada jaman pemerintahan Raden Wijaya dan Raja Raja selanjutnya berikut akan diutarakan terlebih dahulu Nama Raja – Raja yang memerintah dari tahun berdirinya Majapahit sampai berakhirnya kerajaan tersebut yang ditandai dengan tahun Candrasengkala yaitu Senja Ilang Kertaning Bumi.


  1. Raden Wijaya, bergelar Kertarajasa Jayawardhana (1293 - 1309)


  2. Kalagamet, bergelar Sri Jayanegara (1309 - 1328)


  3. Sri Gitarja, bergelar Tribhuwana Wijayatunggadewi (1328 - 1350)


  4. Hayam Wuruk, bergelar Sri Rajasanagara (1350 - 1389)


  5. Wikramawardhana (1389 - 1429)


  6. Suhita (1429 - 1447)


  7. Kertawijaya, bergelar Brawijaya I (1447 - 1451)


  8. Rajasawardhana, bergelar Brawijaya II (1451 - 1453)


  9. Purwawisesa atau Girishawardhana, bergelar Brawijaya III (1456 - 1466)


  10. Pandanalas, atau Suraprabhawa, bergelar Brawijaya IV (1466 - 1468)


  11. Kertabumi, bergelar Brawijaya V (1468 - 1478)


  12. Girindrawardhana, bergelar Brawijaya VI (1478 - 1498)


  13. Hudhara, bergelar Brawijaya VII (1498-1518



Perhatikan bahwa terdapat periode kekosongan antara pemerintahan Rajasawardhana (penguasa ke-8) dan Girishawardhana yang mungkin diakibatkan oleh krisis suksesi yang memecahkan keluarga kerajaan Majapahit menjadi dua kelompok.





Majapahit adalah suatu kerajaan yang pernah berdiri dari sekitar tahun 1293 hingga 1500 M dan berpusat di pulau Jawa bagian timur. Kerajaan ini pernah menguasai sebagian besar pulau Jawa, Madura, Bali, dan banyak wilayah lain di Nusantara. Majapahit adalah yang terakhir dan sekaligus yang terbesar di antara kerajaan Hindu-Buddha di Nusantara.

Sumber utama yang digunakan oleh para sejarawan adalah Pararaton (Kitab Raja-raja) dalam bahasa Kawi dan Nagarakretagama dalam bahasa Jawa Kuna. Pararaton terutama menceritakan Ken Arok pendiri Kerajaan Singhasari namun juga memuat beberapa bagian pendek mengenai terbentuknya Majapahit.

Sementara itu, Nagarakertagama merupakan puisi Jawa Kuna yang ditulis pada masa keemasan Majapahit di bawah pemerintahan Hayam Wuruk. Setelah masa itu, hal yang terjadi tidaklah jelas. Selain itu, terdapat beberapa prasasti dalam bahasa Jawa Kuna maupun catatan sejarah dari Tiongkok dan negara-negara lain.

Keakuratan semua naskah berbahasa Jawa tersebut pertentangkan. Tidak dapat disangkal bahwa sumber-sumber itu memuat unsur non-historis dan mitos. Namun demikian, garis besar sumber-sumber tersebut sejalan dengan catatan sejarah dari Tiongkok. Khususnya, daftar penguasa dan keadaan kerajaan ini tampak cukup pasti.





Gapura Bajangratu, diduga kuat menjadi gerbang
masuk keraton Majapahit. Bangunan ini masih tegak berdiri
di kompleks Trowulan.




1. RADEN WIJAYA/ ŚRI KERTARAJASA JAYAWARDHANA
(1293 - 1309)

Raden Wijaya adalah Pendiri sekaligus Raja Majapahit yang pertama. Raden Wijaya dinobatkan pada bulan Kartika tahun 1215 saka, yaitu 12 Nopember 1293 dengan gelar Śri Kĕrtarājasa Jayawardhana. Ia juga dikenal dengan nama lain, yaitu Nararyya Sanggramawijaya menurut Kidung Harsa Wijaya.



Raden Wijaya adalah anak dari Rakeyan Jayadarma, raja ke-26 dari Kerajaan Sunda Galuh , dan Dyah Lembu Tal, seorang putri Singhasari. Dengan demikian, Raden Wijaya merupakan keturunan langsung dari Wangsa Rajasa, yaitu dinasti pendiri Kerajaan Singhasari. Ken Arok, Raja pertama Singhasari (1222-1227) memiliki anak Mahesa Wong Ateleng dari Ken Dedes. Mahesa Wong Ateleng memiliki anak Mahesa Cempaka yang bergelar Narasinghamurti. Menurut Nagarakretagama, Mahesa Cempaka memiliki anak Dyah lembu Tal yang diberi gelar Dyah Singhamurti dan kemudian menurunkan Raden Wijaya.

Ibukota kerajaan Majapahit meliputi Kecamatan Sooko, Trowulan dan Jatirejo di Kabupaten Mojokerto dan kecamatan Mojoagung, Mojowarno serta Sumobito di Kabupaten Jombang. Kawasan ini berada pada luas 10 X 10 kilometer persegi. ,namun, ada versi lain yang menyebut 9 X 11 kilometer persegi. Pusat kota ini berada di dalam kawasan ibukota dan lokasinya kini berada di Trowulan. Situs-situs yang memperkuat ilustrasi pusat kota ini antara lain Candi Muteran, Candi Gentong, Candi Tengah, tempat kediaman Gajah Mada, kediaman kerabat kaum raja dan tempat pemandian para putri kerajaan.



Rakeyan Jayadarma adalah raja ke-26 Kerajaan Sunda Galuh, anak dari Prabu Guru Dharmadiksa, raja ke-25 dari Kerajaan Sunda Galuh. Setelah Rakeyan Jayadarma tewas diracun oleh salah seorang bawahannya, Dyah Lembu Tal kembali ke Singhasari bersama Raden Wijaya. Dalam Babad Tanah Jawi, Raden Wijaya disebut sebagai Jaka Susuruh dari Pajajaran. Ia dibesarkan di lingkungan kerajaan Singhasari.
Menurut prasasti dan Kakawin Nagarakretagama disebutkan bahwa Raden Wijaya memperistri empat orang putri raja Kertanegara dengan gelar sebagai berikut :

  1. Śri Parameśwari Dyah Dewi Tribhūwaneśwari.


  2. Śri Mahādewi Dyah Dewi Narendraduhitā.


  3. Śri Jayendradewi Dyah Dewi Prajnyāparamitā


  4. Sri Rājendradewi Dyah Dewi Gayatri.


1. Śri Parameśwari Dyah Dewi Tribhūwaneśwari

Sri Parameswari Dyah Dewi Tribhuwaneswari adalah permaisuri Raden Wijaya .Dalam Nagarakretagama nama Tribhuwaneswari sering disingkat Tribhuwana. Ia adalah putri sulung Kertanagara raja terakhir Singhasari. Dikisahkan pada saat Singhasari runtuh akibat pemberontakan Jayakatwang tahun 1292, Raden Wijaya hanya sempat menyelamatkan Tribhuwaneswari, sedangkan Gayatri ditawan musuh. Rombongan Raden Wijaya kemudian menyeberang ke Sumenep meminta perlindungan Arya Wiraraja. Dalam perjalanan menuju Sumenep, Tribhuwaneswari sering dibantu oleh Lembu Sora, abdi setia Raden Wijaya Raden Wijaya. Jika pasangan suami istri tersebut letih, Lembu Sora menyediakan perutnya sebagai alas duduk. Jika menyeberang rawa-rawa Lembu Sora, menyediakan diri menggendong Tribhuwana.

Raden Wijaya kemudian bersekutu dengan Arya Wiraraja untuk menjatuhkan Jayakatwang. Ketika Raden Wijaya berangkat ke Kadiri pura-pura menyerah pada Jayakatwang, Tribhuwana ditinggal di Sumenep. Baru setelah Raden Wijaya mendapatkan hutan Terik untuk dibuka menjadi desa Majapahit , Tribhuwana datang dengan diantar Ranggalawe putra Arya Wiraraja. Berita ini terdapat dalam Kidung Panji Wijayakarama.



Sepeninggal pasukan Mongol tahun 1293, Kerajaan Majapahit berdiri dengan Raden Wijaya sebagai raja pertama. Tribhuwana tentu saja menjadi permaisuri utama, ditinjau dari gelarnya yaitu Tribhuwana-iswari. Namun demikian, Pararaton menyebutkan, istri Raden Wijaya yang dituakan di istana bernama Dara Petak putri dari Kerajaan Dharmasraya, yang melahirkan Jayanagara sang putra Mahkota.Menurut prasasti Kertarajasa (1305), Tribhuwaneswari disebut sebagai ibu Jayanagara.


Dari berita tersebut dapat diperkirakan Jayanagara adalah anak kandung Dara Petak yang kemudian menjadi anak angkat Tribhuwaneswari sang permaisuri utama. Hal ini menyebabkan Jayanagara mendapat hak atas takhta sehingga kemudian menjadi raja kedua Majapahit tahun 1309-1328

Candi Rimbi
Setelah Wafat Tribhuwaneswari dimuliakan di Candi Rimbi di sebelah barat daya Mojokerto, yang diwujudkan sebagai Parwati.


2. Śri Mahādewi Dyah Dewi Narendraduhitā.

Sri Mahadewi Dyah Dewi Narendraduhita, atau disebut dengan Narendraduhita, adalah putri ketiga dari Raja Singhasari Kertanagara, dan merupakan istri kedua dari pendiri Majapahit, Raden Wijaya, namun tidak memberikan keturunan.

3. Sri Jayendra Dyah Dewi Prajña Paramita

Sri Jayendra Dyah Dewi Prajña Paramita atau sering disingkat dengan nama Prajña Paramita atau Pradnya Paramita adalah putri keempat dari Raja Kertanegara dan merupakan istri ketiga dari Raden Wijaya, namun tidak memberikan keturunan. Disebutkan bahwa Pradjnya Paramita adalah istri yang paling setia diantara kelima istri Raden Wijaya

4. Śri Rājendradewi Dyah Dewi Gayatri. Gayatri

Gayatri atau Rajapatni adalah istri ke empat dari Raden Wijaya, dari Gayatri lahir Tribhuwanatunggadewi dan Rajadewi. Tribhuwanatunggadewi inilah yang kemudian menurunkan raja-raja Majapahit selanjutnya. Pada saat Singhasari runtuh akibat serangan Jayakatwang tahun 1292, Raden Wijaya hanya sempat menyelamatkan Tribhuwaneswari saja, sedangkan Gayatri ditawan musuh di Kadiri. Setelah Raden Wijaya pura-pura menyerah pada Jayakatwang, baru ia bisa bertemu Gayatri kembali.



Dalam Nagarakretagama pupuh 2/1 menguraikan bahwa putri Gayatri (Rajapatni) wafat pada tahun 1350 pada jaman pemerintahan Prabu Hayam Wuruk. 12 tahun setelah meninggalnya Gayatri dilaksanakan upacara srada dan dimuliakan candi di candi Boyolangu di desa Kamal Pandak tahun 1362 dengan nama Prajnyaparamita puri. Baik tanah candi maupun arcanya diberkati oleh pendeta Jnyanawidi.



Candi Boyolangu



5. Dara Pethak (Indreswari)



Menurut Pararaton, sepuluh hari setelah pengusiran pasukan Mongol oleh pihak Majapahit, datang pasukan Kebo Anabrang yang pada tahun 1275 dikirim Kertanegara menaklukkan Pulau Sumatra. Pasukan tersebut membawa dua orang putri Mauliwarmadewa dari Kerajaan Dharmasraya bernama Dara Jingga dan Dara Petak sebagai persembahan untuk Kertanegara.


Nama Dara Pethak berarti merpati putih. Menurut Kronik Cina, pasukan Mongol yang dipimpin Ike Mese meninggalkan Jawa tanggal 24 April 1293, sehingga dapat diperkirakan pertemuan antara Raden Wijaya dan Dara Petak terjadi tanggal 4 Mei 1293. Karena Kertanegara sudah meninggal, maka ahli warisnya, yaitu Raden Wijaya mengambil Dara Petak sebagai istri, sedang Dara Jingga diserahkan kepada Adwayabrahma (kebo Anabrang), seorang pejabat Singhasari yang dulu dikirim ke Sumatra tahun 1286.


Dara Petak pandai mengambil hati Raden Wijaya sehingga ia dijadikan sebagai Istri tinuheng pura, atau istri yang dituakan di istana. Padahal menurut Nagarakretagama, Raden Wijaya sudah memiliki empat orang istri, dan semuanya adalah putri Kertanegara. Pengangkatan Dara Petak sebagai istri tertua mungkin karena hanya dirinya saja yang melahirkan anak laki-laki, yaitu Jayanegara. Sedangkan menurut Nagarakretagama, ibu Jayanegara bernama Indreswari. Nama ini dianggap sebagai gelar resmi Dara Petak.


Pararaton menyebutkan Raden Wijaya hanya menikahi dua orang putri Kertanagara saja. Pemberitaan tersebut terjadi sebelum Majapahit berdiri. Diperkirakan, mula-mula Raden Wijaya hanya menikahi Tribhuwaneswari dan Gayatri saja. Baru setelah Majapahit berdiri, ia menikahi Mahadewi dan Jayendradewi pula. Dalam Kidung Harsawijaya, Tribhuwana dan Gayatri masing-masing disebut dengan nama Puspawati dan Pusparasmi.



Masa Pemerintahan Raden Wijaya/ Sri Rajasa Jayawardhana


Setelah Raden Wijaya menjadi Raja Majapahit, beliau kemudian mengangkat pengikut-pengikutnya yang berjasa dalam perjuangan mendirikan Majapahit menjadi pejabat tinggi dalam pemerintahan menurut Serat Kekancingan Kadadu 1294 antara lain :

  • Aria Wiraraja menjadi Rakyan Mahamantri Agung diberi daerah status khusus (Madura) dan diberi wilayah otonom di Lumajang hingga Blambangan.


  • Nambi diangkat menjadi Rakryan Mapatih (Perdana menteri),


  • Ranggalawe menjadi Rakyan Mahamantri Agung diangkat sebagai Adipati Tuban,


  • Sora menjadi patih Daha (Kadiri).



Nama nama pejabat pemerintahan Majapahit pada Jaman pemerintahan Raja Kertarajasa sesuai piagam penanggungan tahun 1296.



  1. Mahamentri Katrini
    · Rakyan Menteri Hino : Dyah Pamasi
    · Rakyan Menteri Halu : Dyah Singlar
    · Rakyan Menteri Sirikan : Dyah Palisir
  2. Sang Panca Wilwatika
    · Rakyan Patih Majapahit : Empu Tambi
    · Rakyan Demung : Empu Renteng
    · Rakyan Kanuruhan : Empu Elam
    · Rakyan Rangga : Empu Sasi
    · Rakyan Tumenggung : Empu Wahan
  3. Patih Negara Bawahan
    · Rakyan Patih Daha : Empu Sora
    · Rakyan Demung Daha : Empu Rakat
    · Rakyan Rangga Daha : Empu Dipa
    · Rakyan Tumenggung Daha : Empu Pamor
  4. Pejabat Hukum Keagamaan
    · Pranaraja menjadi Rakyan Mahamantri Agung
    · Dang Acarya Agraja menjadi Dharmadyaksa Kasaiwan
    · Dang Acarya Ginantaka menjadi Dharmadyaksa Kasogatan
    · Panji Paragata menjadi Pemegat Tirwan
    · Dang Acarya Anggaraksa sang Pemegat di Pamotan
    · Dang Acarya Rudra sang Pemegat di Jambi


Raden Wijaya memerintah dengan tegas dan bijaksana, negara tenteram dan aman, susunan pemerintahan mirip Singhasari, ditambah 2 (dua) menteri yaitu rakryan Rangga dan rakryan Tumenggung. Sedangkan Wiraraja yang banyak membantu diberi kedudukan sangat tinggi ditambah dengan kekuasaan di daerah Lumajang sampai Blambangan.

Majapahit merupakan negara agraris dan sekaligus negara perdagangan. Majapahit memiliki pejabat sendiri untuk mengurusi pedagang dari India dan Tiongkok yang menetap di ibu kota kerajaan maupun berbagai tempat lain di wilayah Majapahit di Jawa. Raja dibantu oleh sejumlah pejabat birokrasi dalam melaksanakan pemerintahan, dengan para putra dan kerabat dekat raja memiliki kedudukan tinggi. Perintah raja biasanya diturunkan kepada pejabat-pejabat di bawahnya, antara lain


Arca Harihara, dewa gabungan Siwa dan Wisnu sebagai penggambaran Kertarajasa

  • Rakryan Mahamantri Katrini, biasanya dijabat putra-putra raja
  • Rakryan Mantri ri Pakira-kiran, dewan menteri yang melaksanakan pemerintahan.
  • Dharmmadhyaksa, para pejabat hukum keagamaan.
  • Dharmma-upapatti, para pejabat keagamaan


Dalam Rakryan Mantri ri Pakira-kiran terdapat seorang pejabat yang terpenting yaitu Rakryan Mapatih atau Patih Hamangkubhumi. Pejabat ini dapat dikatakan sebagai perdana menteri yang bersama-sama raja dapat ikut melaksanakan kebijaksanaan pemerintahan. Selain itu, terdapat pula semacam dewan pertimbangan kerajaan yang anggotanya para sanak saudara raja, yang disebut Bhattara Saptaprabhu.
Dharmaputra adalah suatu jabatan yang dibentuk oleh Raden Wijaya Anggotanya berjumlah tujuh orang, yaitu Ra Kuti, Ra Semi, Ra Tanca, Ra Wedeng, Ra Yuyu, Ra Banyak, dan Ra Pangsa, yang semuanya tewas sebagai pemberontak pada masa pemerintahan Jayanegara (raja kedua Majapahit).
Tidak diketahui dengan pasti apa tugas dan wewenang Dharmaputra. Pararaton hanya mengatakan kalau para anggota Dharmaputra disebut sebagai pengalasan wineh suka, yang artinya pegawai istimewa. Dikisahkan mereka diangkat oleh Taden Wijaya dan tidak diketahui lagi keberadaannya setelah tahun 1328.
Pada Jaman Majapahit para pegawai pemerintahan masing masing diberi gelar sesuai jabatan yang dipangkunya dengan pembagian sebagai berikut :


Golongan Rakyan. Para pegawai pemerintahan yang berkah menggunakan gelar rakyan diantaranya
  • Mahamantri Katrini yang terdiri dari Mahamantri Hino, Mahamantri Sitrikan dan Mahamantri halu
  • Pasangguhan/ hulubalang yang terdiri dari 2 yaitu Pranaraja dan Nayapati.
  • Sang Panca Wilwatika yaitu lima pembesar yang diserahi tugas untuk menjalankan pemerintahan Majapahit. Terdiri dari Patih Amangkubumi, Demung, Kanuruhan, Rangga dan Tumengggung.
  • Juru Pangalasan yaitu pembesar wilayah mancanagara.
  • Nara pati Negara Negara bawahan.


Golongan Arya. Golongan ini mempunyai kedudukan yang lebih rendah dari Rakyan, namun karena jasa jasanya seorang arya dapat dinaikan jabatannya menjadiWreddhamantri atau Menteri Sepuh.

Golongan Dang Acarya. Sebutan ini khusus diperuntukkan bagi para pendera Siwa dan Budha yang diangkat sebagai Dharnmaddyaksa atau hakim tinggi.


Pembagian wilayah

Di bawah raja Majapahit terdapat pula sejumlah raja daerah, yang disebut Paduka Bhattara. Mereka biasanya merupakan saudara atau kerabat dekat raja dan bertugas dalam mengumpulkan penghasilan kerajaan, penyerahan upeti, dan pertahanan kerajaan di wilayahnya masing-masing. Dalam Prasasti Wingun Pitu (1447 M) disebutkan bahwa pemerintahan Majapahit dibagi menjadi 14 daerah bawahan, yang dipimpin oleh seseorang yang bergelar Bhre. Daerah-daerah bawahan tersebut antara lain :

  1. Daha
  2. Jagaraga
  3. Keling
  4. Kabalan
  5. Kahuripan
  6. Matahun
  7. Kembang jenar
  8. Tumapel
  9. Wirabumi
  10. Kelinggapura
  11. Tanjungpura
  12. Singhapura
  13. Pajang
  14. Wengker


Peristiwa penting yang terjadi dalam masa pemerintahan Raden Wijaya/ Sri Rajasa Jayawarhana

Dalam Piagam Kudadu disebutkan bagaimana watak Raden Wijaya sebagai panglima perang yang menunaikan tugas dari Raja Kertanagara. Dalam pengabdiannya ia menunjukkan kedisiplinan serta kesetian kepada perintah yang diberikan dan menunaikan tugas tiada tercela. Demikian pula terhadap teman teman seperjuangannya Raden wijaya memberikan kedudukan yang tinggi kepada para pengikutnya sesuai dengan jasa yang selama masa perjuangan. Namun rasa keadilan bagi masing – masing orang berbeda beda. Setelah Raden Wijaya dinobatkan sebagai Raja timbullah rentetan ketiadakpuasan diantara pengikut pengikutnya. Peristiwa penting penting tersebut sebagai berikut :


· Peristiwa Ranggalawe ( 1295 )

Ranggalawe / Rakryan Mantri Dwipantara Arya Adikara./ Arya Adikara adalah salah satu pengikut Raden Wijaya yang berjasa besar dalam perjuangan mendirikan Majapahit, namun meninggal sebagai pemberontak pertama pada tahun 1295. Kidung Panji Wijayakrama dan Kidung Ranggalawe menyebut Ranggalawe sebagai putra Arya Wiraraja bupati Sumenep. Ia sendiri tinggal di Tanjung, yang terletak di Madura sebelah barat.

Pertemuan pertama dengan Raden Wijaya terjadi ketika Ranggalawe diutus oleh ayahnya yaitu Arya Wiraraja yang menjabat sebagai Bupati Madura untuk mengantar Tribhuwaneswari dari Sumenep ke Majapahit bersama Banyak Kapuk dan Mahesa Pawagal utusan Raden Wijaya . Ranggalawe mempunyai watak yang agak grasa grusu, bicaranya lantang namun mempunyai kelebihan dalam hal menyusun siasat perang dan dalam pertempuran ia adalah seorang pemberani dan ahli menggunakan senjata.
Namun dibalik sifatnya yang kasar, Ranggalawe adalah seseorang yang berani, jujur dan mempunyai tekat besar yaitu berani mempertaruhkan jiwanya untuk membela Raden Wijaya Ranggalawe kemudian membantu Raden Wijaya membuka Hutan Tarik menjadi desa Majapahit. Nama Ranggalawe sendiri merupakan pemberian Raden Wijaya. Lawe merupakan sinonim dari Wenang, yang berarti benang, atau juga berarti kekuasaan. Maksudnya ialah, Ranggalawe diberi kekuasaan oleh Raden Wijaya untuk memimpin pembukaan hutan tersebut. Selain itu Ranggalawe juga menyediakan 27 ekor kuda dari Bima sebagai kendaraan perang Raden Wijaya dan para pembantunya untuk menghadapi Jayakatwang di Kadiri. Penyerangan ke Kadiri terjadi tahun 1293, Ranggalawe berada dalam gabungan pasukan Majapahit dan Mongol yang menggempur benteng timur kota Kadiri. Pemimpin benteng bernama Sagara Winotan, mati dipenggal Ranggalawe.
Setelah Kadiri runtuh, Raden Wijaya menjadi raja pertama Majapahit. Menurut Kidung Ranggalawe, atas jasa-jasanya, Ranggalawe diangkat sebagai bupati Tuban yang merupakan pelabuhan utama Jawa Timur saat itu. Prasasti Kudadu (1294) yang memuat daftar nama para pejabat awal Majapahit, ternyata tidak mencantumkan nama Ranggalawe. Yang ada ialah nama Arya Adikara dan Arya Wiraraja. Menurut Pararaton, Arya Adikara adalah nama lain Arya Wiraraja. Namun Prasasti Kudadu menyebutkan dengan jelas bahwa keduanya adalah nama dua orang yang berbeda.
Slamet Muljana dalam bukunya, Menuju Puncak Kemegahan (1965), mengidentifikasi nama Arya Adikara sebagai nama lain Ranggalawe. Dalam tradisi Jawa ada istilah nunggak semi, yaitu nama ayah dipakai anak. Jadi, nama Arya Adikara yang merupakan nama lain Arya Wiraraja, kemudian dipakai sebagai nama gelar Ranggalawe ketika diangkat sebagai pejabat Majapahit. Dalam Prasasti Kudadu, ayah dan anak tersebut menjabat sebagai pasangguhan. Masing-masing bergelar Rakryan Mantri Arya Wiraraja Makapramuka dan Rakryan Mantri Dwipantara Arya Adikara.
Kisah pemberontakan Ranggalawe yang merupakan perang saudara pertama di Majapahit disebutkan dalam Pararaton terjadi tahun 1295, dan diuraikan panjang lebar dalam Kidung Ranggalawe. Pemberontakan itu dipicu oleh ketidakpuasan Ranggalawe atas pengangkatan Nambi sebagai rakryan patih Majapahit. Menurut Ranggalawe, jabatan patih sebaiknya diserahkan kepada Lembu Sora yang dinilainya jauh lebih cakap dan berjasa dalam perjuangan dari pada Nambi.
Ranggalawe juga mendapat hasutan dari tokoh licik bernama Mahapati sehingga ia nekad menghadap Raden Wijaya di ibu kota menuntut penggantian Nambi oleh Lembu Sora, namun Lembu Sora justru tetap mendukung Nambi.
Setelah menghina dan merendahkan nama Nambi dihadapan Raden Wijaya akhirnya Ranggalawe menantang Nambi untuk mengadu senjata, mendengar tantangan tersebut Nambi menjadi marah sehingga pertengkaran mulutpun tak terhindarkan diantara kedua belah pihak. Semua menteri yang hadir termasuk Kebo Anabrang (Panglima pasukan Singhasari dalam Ekspedisi Pamalayu) tidak bisa menyembunyikan kemarahan akibat perbuatan Ranggalawe yang dianggap melanggar tata krama di hadapan Sang Prabu Kertarajasa (Raden Wijaya) dan menantang untuk mengadu senjata.
Karena tuntutannya tidak dihiraukan, Ranggalawe kemudian membuat kekacauan di halaman istana. Lembu Sora sebagai pamannya keluar menasihati Ranggalawe yang merupakan keponakannya sendiri, untuk meminta maaf kepada Raja. Ranggalawe mengakui kesalahannya bahwa ia telah berbuat terlalu lancang dan sebagai hukumannnya ia minta untuk dibunuh saja. Sora tidak memenuhi permintaan keponakannya dan menasehatinya untuk mengingat segala kebaikan Prabu Kertarajasa dimana Ranggalawe diberikan kebebasan untuk keluar masuk Istana siang maupun malam. Mendengar nasehat tersebut akhirnya Ranggalawe memilih pulang ke Tuban.
Mahapati kemudian ganti menghasut Nambi dengan mengatakan kalau Ranggalawe sedang menyusun pemberontakan. Maka berangkatlah Nambi atas izin raja, memimpin pasukan menyerang Tuban. Dalam pasukan itu ikut serta Lembu Sora dan Kebo Anabrang. Dalam Kidung Ranggalawe diketahui bahwa Arya Wiraraja yang merupakan ayah dari Ranggalawe menetap di Tuban, ketika mendengar putranya telah pulang dari Majapahit ia langsung menemuinya. Dari tingkah laku putranya Arya Wiraraja menangkap sesuatu yang tidak baik akan terjadi kepada anaknya. Arya Wiraraja kemudian menanyakan apa yang telah terjadi ketika menghadap sang Prabu. Ketika mendengar penjelasan yang disampaikan putranya, Arya Wiraraja terdiam dan hatinya makewuh mana yang harus dipilih cinta kepada anak atau setia kepada Sang Prabu.
Arya Wiraraja kemudian menasehati anaknya untuk tetap setia kepada sang prabu karena berkhianat akan mempunyai akibat yang sangat berat baik diakhirat maupun dalam kelahiran kembali. Mendengar nasehat ayahnya Ranggalawe terdiam dan mengakui kesalahannya, namun darah kesatria yang mengalir dalam dirinya mengharamkan bagi dirinya untuk mundur dan keperwirayudaan tersebut akan dipertahankan sampai mati.
Setelah Nasehatnya tidak didengar oleh putranya, Arya Wiraraja kemudian memanggil para Menteri, Kepala desa, Akuwu dan Demang untuk mempersiapkan pasukan untuk menghadapi serangan dari Majapahit. Mereka mengharapkan agar Nambilah yang nantinya memimpin pasukan dari Majapahit karena Nambilah orang yang paling mereka cari.
Para pengikut Ranggalawe didaerah Majapahit kemudian meninggalkan daerahnya menuju daerah Tuban, namun ketika mereka hendak menyeberangi sungai Tambak beras, air sungai sedang pasang sehingga mereka dapat disusul oleh pasukan dari Majapahit dibawah pimpinan Nambi. Mereka semua akhirnya dapat dihancurkan oleh Pasukan dari majapahit.
Hari hari berikutnya pagi pagi sekali pasukan dari Majapahit menyeberangi sungai Tambak Beras untuk mencapai Tuban. Mantri Gagarangan dan Tambak Baya dari Tuban memberitahukan kepada Ranggalawe bahwa pasukan Majapahit telah tiba dan segera Ranggalawe memerintahkan pasukannya untuk menyerang pasukan dari majapahit.
Mendengar datangnya serangan, Ranggalawe segera mempersiapkan pasukannya. Kidung Ranggalawe menyebutkan nama istri Ranggalawe adalah Martaraga dan Tirtawati. Mertuanya adalah gurunya sendiri, bernama Ki Ajar Pelandongan. Dari Martaraga lahir seorang putra bernama Kuda Anjampiani. Ranggalawe kemudian mohon pamit kepada istrinya untuk menghadapi pasukan dari Majapahit. Martaraga berusaha mencegah kepergian suaminya karena mempunyai firasat bahwa sesuatu yang tidak baik akan menimpa suaminya. Oleh mertuanya sendiri yaitu Ki Ajar Pelandongan, Ranggalawe juga dibujuk agar mengurungkan niatnya untuk maju kemedan pertempuran namun sekali lagi bujukan tersebut tidak dihiraukan oleh Ranggalawe.
Ranggalawe kemudian terjun ke medan pertempuran melawan pasukan dari Majapahit, ia bertemu dengan orang yang diharap harapkan yaitu Patih Nambi. Patih Nambi mengendarai kuda Brahma Cikur sedangkan Ranggalawe mengendai kuda Mega Lamat. Pertempuran kedua orang tersebut berjalan dengan hebatnya. Akhirnya kuda Brahma Cikur berhasil ditikam oleh Ranggalawe namun Patih Nambi berhasil mengelak dan lari menyelamatkan diri kearah selatan. Ranggalawe bersama pasukannya kemudian melakukan pengejaran sampai di sungai Tambak Beras.
Ranggalawe berniat untuk menyeberangi sungai Tambak beras namun ditahan oleh para pengikutnya karena daerah diseberang sungai adalah wilayah Majapahit, lagi pula belum semua kekuatan tentara Majapahit dikerahkan ke medan perang, Ranggalawe akhirnya menurut. Pertempuran antara pasukan Majapahit dibawah Pimpinan Nambi dengan pasukan Ranggalawe terjadi didaerah Tosan, Kidang Glatik, Siddi, Cek Muringgang dan klabang curing berakhir sampai malam hari.
Berita kekalahan pasukan dari Majapahit kemudian disampaikan Hangsa Terik ke hadapan Raden Wijaya. Betapa kecewanya Raden Wijaya mendengar kabar tersebut dan bersumpah akan membumihanguskan Kota Majapahit jika tidak berhasil mengalahkan Ranggalawe. Segera beliau mengirim Kala Angerak, Setan Kobar, Buta Angasak dan Juru Prakasa untuk memulihkan kembali kekuatan pasukan dari Majapahit yang telah tercerai berai dan menyelidiki sampai dimana kekuatan musuh.
Sementara keberangkatan 10.000 pasukan tambahan dari Majapahit telah dipersiapkan dipimpin sendiri oleh Prabu Kertarajasa, beliau mendapat laporan dari 4 orang mata mata yang dikirim ke medan pertempuran tentang kekuatan pasukan dari Ranggalawe. Akhirnya pertempuran pasukan tambahan yang dipimpin oleh Prabu kertarajasa dengan pasukan dari Ranggalawe berkobar kembali, pertempuran berjalan dengan sengit dimana korban berjatuhan diantara dikedua belah pihak. Sementara itu untuk menghindari makin banyaknya korban yang berjatuhan , Sora minta ijin kepada Prabu Kertarajasa untuk menghadapi Ranggalawe. Prabu Kertarajasa mengijinkan, akhirnya Ranggalawe dikepung dari tiga arah yaitu Kebo Anabrang dari arah timur, Gagak Sarkara dari arah barat dan Majang Mekar dari arah utara
Perkelahian sengit kemudian terjadi dari arah timur dimana kebo Anabrang terlibat pertempuran dengan Ranggalawe. Kuda tunggangan kebo Anabrang berhasil dilumpuhkan oleh Ranggalawe namun penunggannya berhasil menyelamatkan diri. Hari selanjutnya untuk kedua kalinya kembali Kebo Anabrang terlibat pertempuran dengan Ranggalawe. Pertempuran ini terjadi di seberang sungai Tambak Beras. Pertempuran berjalan dengan hebatnya dimana masing masing kedua belah pihak mengeluarkan ilmu kesaktiannya untuk melumpuhkan lawannya. Pertempuran kemudian dilanjutkan di dalam air dimana Ranggalawe berhasil mendesak kebo anabrang sampai ketengah sungai namun dengan sigap berhasil menikam kuda tunggangan Ranggalawe.
Didalam kidung Ranggalawe dikisahkan bahwa ikan ikan berlompatan dan air muncrat bagaikan hujan akibat perang tanding diantara kedua tokoh tersebut. Mereka bergulat, saling banting didalam air berusaha menenggelamkan lawannya. Sampai akhirnya Ranggalawe terpeleset dari batu tempat berpijaknya sehingga hal tersebut berhasil dimanfaatkan oleh Kebo Anabrang untuk menenggelamkannya di dalam air. Kepalanya terpiting dibawah ketiak Kebo Anabrang. Ranggalawe kehabisan napas dan mati lemas.
Melihat keponakannya mati ditangan Kobo Anabrang secara mengenaskan hati Sora menjadi panas sehingga dengan serta merta melompat ke dalam sungai untuk menikam Kebo Anabrang dengan keris dari belakang. Keris tersebut tembus sampai ke dada, mayat Kebo Anabrang kemudian mengapung diatas sungai. Pembunuhan terhadap rekan sepasukan inilah yang kelak menjadi penyebab kematian Lembu Sora tahun 1300. Demikianlah akhir hidup Ranggalawe dan Kebo Anabrang yang sama sama tewas di sungai Tambak Beras.
Jenasah Ranggalawe dan Kebo Anabrang kemudian dibawa ke Majapahit untuk diupacarakan secara terhormat , mengingat jasa besar kedua tokoh tersebut. Ranggalawe adalah seorang pahlawan pemberani yang siap mengorbankan seluruh jiwa raganya pada masa awal pembentukan Majapahit, sedangkan Kebo Anabrang adalah Panglima pasukan Singhasari yang sukses menaklukkan Melayu pada jaman pemerintahan Prabu Kertanagara yang terkenal dengan Ekspedisi Pamalayu Tahun 1275. Kisah pemberontakan Ranggalawe tidak terdapat dalam Nagarakretagama (1365). Hal itu dapat dimaklumi mengingat Nagarakretagama merupakan kitab pujian tentang kebesaran Majapahit. Ranggalawe terkenal sebagai pahlawan, sehingga diperkirakan Mpu Prapanca tidak tega mengisahkan kematiannya sebagai pemberontak.
Kiranya setelah Ranggalawe gugur tahun 1295, Arya Wiraraja merasa sakit hati dan memutuskan untuk menghadap Prabu Kertarajasa untuk mengundurkan diri dari jabatannya dan menagih sang prabu semasa perjuangan, yaitu membagi wilayah kerajaan menjadi dua. Janji tersebut kemudian dipenuhi oleh Prabu kertarajasa sehingga kemudian memutuskan membagi wilayah kerajaan menjadi dua :

  • Bagian Timur terus keselatan sampai pantai diserahkan kepada Arya Wiraraja kemudian menjadi raja dengan ibukota Lumajang.

  • Bagian Barat masih dikuasai oleh Raja Kertarajasa dengan Ibukota Majapahit.
Sejak saat itulah Daerah Majapahit timur merupakan Negara merdeka dan lepas dari kekuasaan Majapahit. Bagi masyarakat Tuban, tokoh Ronggolawe bukanlah pemberontak, tetapi pahlawan keadilan. Sikapnya memprotes pengangkatan Nambi, karena figur Nambi kurang tepat memangku jabatan setinggi itu. Nambi tidak begitu besar jasanya terhadap Majapahit. Masih banyak orang lain yang lebih tepat seperti Lembu Sora, Dyah Singlar, Arya Adikara, dan tentunya dirinya sendiri. Ronggolawe layak menganggap dirinya pantas memangku jabatan itu. Anak Bupati Sumenep Arya Wiraraja ini besar jasanya terhadap Majapahit. Ayahnya yang melindungi Kertarajasa Jayawardhana ketika melarikan diri dari kejaran Jayakatwang setelah Kerajaan Singsari jatuh (Kertarajasa adalah menantu Kertanegara, Raja Singasari terakhir).
Ronggolawe ikut membuka Hutan Tarik yang kelak menjadi Kerajaan Majapahit. Dia juga ikut mengusir pasukan Tartar maupun menumpas pasukan Jayakatwang. Bagi masyarakat Tuban, Ronggolawe adalah korban konspirasi politik tingkat tinggi. Penyusun skenario sekaligus sutradara konspirasi politik itu adalah Mahapati, seorang pembesar yang berambisi menjadi patih amangkubumi


· Peristiwa Ken Sora/ Andaka Sora

Lembu Sora atau Mpu Sora atau Ken Sora atau Andaka Sora adalah salah satu pengikut Raden Wijaya yang berjasa besar dalam berdirinya Kerajaan Majapahit, namun mati sebagai pemberontak pada tahun 1300. Peristiwa sejarah ini terdapat dalam Kidung Sorandaka artinya Andaka Sora atau Lembu Sora.

Pararaton menyebut Sora sebagai abdi Raden Wijaya yang paling setia. Ia mengawal Raden Wijaya saat menghindari kejaran pasukan Jayakatwang tahun 1292, di mana ia menyediakan punggungnya sebagai tempat duduk Raden Wijaya dan istrinya saat beristirahat, serta menggendong istri Raden Wijaya saat menyeberangi sungai dan rawa-rawa.
Pada tahun 1293 Raden Wijaya dibantu pasukan Mongol menyerang Jayakatwang di Kadiri. Dalam perang itu, Sora menggempur benteng selatan dan berhasil membunuh Patih Kadiri Kebo Mundarang. Menurut Pararaton, setelah kemenangan tersebut, Raden Wijaya mendirikan Kerajaan Majapahit. Lembu Sora diangkat sebagai Rakryan Patih Daha, atau patih bawahan di Kadiri. Keputusan tersebut memicu pemberontakan Ranggalawe tahun 1295. Menurut Ranggalawe, Lembu Sora lebih pantas menjabat sebagai Rakryan Patih Majapahit dari pada Nambi. Meskipun Ranggalawe adalah keponakan Sora, namun Sora justru mendukung Raden Wijaya supaya tetap mempertahankan Nambi sebagai patih Majapahit.
Dalam peristiwe pemberontakan Ranggalawe, Sora bertindak sebagai penasehat raja, dimana Sora memberikan nasehat kepada raja agar jangan sekali kali menuruti apa kemauan Ranggalawe serta dalam pertempuran bertindak sebagai senapati yang memberikan perintah untuk mengepung Ranggalawe dari 3 arah. Siasat ini berhasil sehingga pemberontakan Ranggalawe dapat dipadamkan. Berdasarkan fakta tersebut sudah sepantasnya Sora menjadi abdi kesayangan Raden Wijaya dan menduduki posisi yang terhormat dalam masa pemerintahan Raden Wijaya. Namun dalam perjalanan hidupnya selalu ada rintangan, ada yang iri hati dengan mengungkapkan segala kekurangan yang ia miliki kehadapan sang prabu.

Sebagai mana yang kita ketahui bahwa Mahapati sebagai Menteri mempunyai ambisi yang sangat besar untuk menduduki posisi sebagai Patih Amangkubumi Majapahit, Pada saat itu yang menduduki posisi tersebut adalah patih Nambi, namun untuk mencari kesalahan yang mengakibatkan jatuhnya kedudukan Nambi belum berhasil. Salah seorang tokoh yang mempunyai hubungan erat dengan sang Prabu dan berpengaruh besar yaitu Sora. Andaikata Nambi jatuh maka calon utama penggantinya pastilah Lembu Sora.

Demikianlah menurut rencananya Lembu Sora harus disingkirkan terlebih dahulu, untuk tujuan tersebut ia memperoleh tuduhan yang jitu yaitu pembunuhan Kebo Anabrang yang merupakan rekan sepasukan dalam peristiwa pemberontakan Ranggalawe. Sebelum menjalankan siasatnya Mahapati berusaha bersahabat dengan para Menteri lainnya sehingga ia dapat menjadi orang kepercayaan sang Prabu Kertarajasa.

Pembunuhan terhadap rekan sepasukan tersebut baru diungkit tahun 1300. Mahapati menghadap Raden Wijaya dan menceritakan bahwa para Menteri tidak puas dengan sikap sang Prabu terhadap Lembu Sora. Ketidakpuasan tersebut semakin meningkat karena seolah olah sang prabu membenarkan tindakan Lembu Sora membunuh Kebo Anabrang. Rupanya keluarga Kebo Anabrang segan menuntut hukuman karena Sora adalah abdi kesayangan Raden Wijaya. Suasana itu dimanfaatkan oleh Mahapati, seorang tokoh licik yang mengincar jabatan patih. Ia menghasut putra Kebo Anabrang yang bernama Mahisa Taruna supaya berani menuntut Sora. Ia juga menghasut Raden Wijaya bahwa para menteri resah karena raja seolah-olah melindungi kesalahan Sora.
Raden Wijaya tersinggung dituduh tidak adil. Ia pun memberhentikan Lembu Sora dari jabatannya untuk menunggu keputusan selanjutnya. Mahapati pura pura mencegah tindakan sang Prabu yang serta merta tersebut dan memberi nasehat agar sang prabu mencari kesempatan yang baik untuk menyingkirkan Lembu Sora. Mahapati mengusulkan agar Lembu Sora jangan dihukum mati mengingat jasa-jasanya yang sangat besar. Raden Wijaya memutuskan bahwa Sora akan dihukum buang ke Tulembang. Yakinlah Mahapati bahwa sekaranglah saatnya untuk menyingkirkan Lembu Sora.
Mahapati menemui Sora di rumahnya untuk menyampaikan keputusan raja. Sora sedih atas keputusan itu. Ia berniat ke ibu kota meminta hukuman mati dari pada harus diusir dari tanah airnya. Mahapati kemudian menghasut Nambi bahwa sang prabu telah mengambil keputusan untuk membebaskan Sora dari Tugasnya dan menggantinya dengan Mahesa Taruna (anak dari Kebo Anabrang). Terpikat oleh uraian yang disampaikan Mahapati, Patih Nambi kemudian menyiapkan orang orangnya untuk menghadap sang Prabu. Dengan tegas dikemukakannnya bahwa Lembu Sora yang telah membunuh Kebo Anabrang secara licik dan kejam harus mendapat hukuman yang setimpal, juga para menteri yang terkena hasutan Mahapati sepakat bahwa Lembu Sora harus mendapat hukuman akibat dari perbuatannya.
Mahapati yang pandai menjalankan peranannya sekali lagi mengunjungi kediaman Lembu sora, dikatakannya bahwa ia telah berusaha keras untuk mencegah hukuman tersebut namun tidak berhasil, lagipula Nambi telah menyiapkan pasukannya. Sementara itu telah diputuskan mengingat jasa jasanya, Lembu Sora tidak akan dijatuhi hukuman mati tetapi di hukum buang ke Tulembang. Keputusan tersebut disampaikan langsung utusan Prabu kertarajasa dari Majapahit. Sora menolak keputusan tersebut, ia lebih baik mati daripada harus dihukum buang. Raja Kertarajasa masih cukup sabar menerima keputusan Nambi tersebut dan menyesalkan konflik yang telah terjadi antara dirinya dengan Lembu Sora yang merupakan abdi kesayangannya..
Mahapati pura pura membela Sora dan mengusulkan agar sang Prabu memberikan peringatan secara tertulis kepada Sora dan menunggu jawabannya. Segera Sang prabu mengutus Mahapati untuk menyampaikan surat tersebut langsung kepada Lembu Sora yang isinya bahwa menurut kitab Undang undang Kutaramanawa , Sora harus dihukum mati, namun dibebaskan dari hukuman tersebut dan sebagai gantinya ia akan di pindahkan ke Tulembang. Kutaramanawa yaitu kitab perundang undangan pada jaman Majapahit yang isinya menekankan susunan masyarakat yang terdiri dari empat warna demi kebaikan masyarakat. Kitab tersebut sekarang disimpan di Leiden Belanda.
Setelah membaca surat tersebut, Lembu Sora kemudian menyampaikan jawabannya bahwa ia masih menaruh cinta bakti kepada sang prabu dan akan menyerahkan jiwa dan raganya ke hadapan sang Prabu. Ia tidak akan membantah sekalipun akan diserahkan kepada Kebo Taruna. Lembu Sora merencanakan untuk menghadap langsung ke hadapan sang prabu. Mahapati yang mengingikan kematian Lembu Sora belum puas akan penyerahan jiwa raga yang disampaikan oleh Lembu Sora melaporkan kepada sang Prabu bahwa Lembu Sora tidak menerima keputusan tersebut dan akan datang untuk membuat kekacauan karena tidak puas atas hukuman raja.
Setelah mendesak raja, Nambi pun diizinkan menghadang Sora yang datang bersama Gajah Biru dan Juru Demung. Maka terjadilah peristiwa di mana Sora dan kedua sahabatnya mati dikeroyok tentara Majapahit. Maka berhasillah siasat Mahapati. Kematian Sora pada tahun 1300 diceritakan singkat dalam Pararaton, dan diuraikan panjang lebar dalam Kidung Sorandaka.
Berbeda dengan kisah dalam Kidung Sorandaka di atas, Pararaton menyebut kematian Juru Demung terjadi pada tahun 1313, sedangkan Gajah Biru pada tahun 1314. Keduanya tewas sebagai pemberontak pada pemerintahan Jayanegara putra Raden Wijaya.



Wafatnya Raden Wijaya
Raden Wijaya wafat pada tahun 1309 digantikan oleh Jayanagara. Raden Wijaya dimakamkan dalam dua tempat, yaitu dalam bentuk Jina (Budha) di Antapura dalam kota Majapahit dan dalam bentuk Wisnu dan Siwa di Simping (dekat Blitar) yaitu Candi Sumberjati di sebelah selatan Blitar dan di candi Buda di Antahpura dalam kota Majapahit. Arca perwujudannya adalah Harihara, berupa Wisnu dan Siwa dalam satu arca.

Seperti pada masa akhir pemerintahan ayahnya, masa pemerintahan raja Jayanagara banyak dirongrong oleh pemberontakan orang-orang yang sebelumnya membantu Raden Wijaya mendirikan kerajaan Majapahit. Perebutan pengaruh dan penghianatan menyebabkan banyak pahlawan yang berjasa besar akhirnya dicap sebagai musuh kerajaan.